• Kam. Apr 25th, 2024

Cara Bertahan Hidup Dimasa Pandemi Menurut Sastra Jawa

Mar 16, 2021



Inilah tata cara tirakat Jawa termutakhir. Guna bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19, kita perlu memahami konversi teknik tirakat yang terjadi di Jawa.

Dengan adanya Pandemi memang sudah menjadi kodrat Sang Maha Kuasa. Semua itu harus kita terima dengan ikhlas. Meskipun harus menerima, sebisa mungkin harus dikurangi agar pengaruhnya tidak menyebar. 
Berdasarkan laporan dari GUGUS DEPAN COVID-19, sudah mencapai ribuan jiwa terkena wabah pandemi Covid-19. Orang sakit semakin bertambah setiap harinya bahkan bertambah hingga mencapai seribu jiwa setiap harinya. Begitu juga yang sembuh.
Bahkan ada berita bahwa ada salah satu rumah sakit sudah tidak bisa menerima pasien lagi karena tempatnya sudah penuh. Hingga Pemerintah membuat rumah sakit darurat yang berlokasi di beberapa daerah Covid-19 yang terus bertambah.
Berbagai cara untuk memperingatkan bahaya pandemi Covid-19 sebenarnya sudah banyak beredar. Tidak lupa mengingatkan untuk selalu rajin cuci tangan, rajin memakai masker, dan mengecek suhu tubuh disetiap tempat umum.
Beberapa orang ada yang patuh untuk mengikuti aturan protokol kesehatan dari Pemerintah, tetapi ada juga yang bersikeras dan beranggapan bahwa wabah Covid-19 itu tidak ada.
Di dunia maya juga sudah banyak berbagai konspirasi tentang Covid-19 yang membuat kekacauan.
Situasi saat ini berbeda dengan jaman dulu. Orang Jawa jaman dulu ketika ditanya tentang wabah penyakit, yang mereka ketahui hanya penyakit yang “aneh-aneh” yang dilakukan oleh bangsa lelembut(makhluk halus jin/setan) yang ada disuatu tempat.
Apakah Jaman dahulu tidak ada “pencegahan” yang tepat? Menurut saya tentu saja ada. Hanya tata caranya saja yang berbeda dengan jaman sekarang yang difasilitasi berbagai alat canggih. Pencegahan yang ada di jaman dulu hanya satu yaitu “manut” (*dalam bahasa jawa)

Manut adalah salah satu “Protokol kesehatan” yang paling mudah dipahami oleh siapapun

Ketika kebijakan dan pengetahuan tentang penyakit itu diberikan A, maka mereka akan melakukan A. Entah itu dipesan untuk melakukan tirakat, berdoa, berpuasa atau alat-alat yang harus dipersiapkan dengan benar-benar tertib dan disiplin.
Misalnya, kita harus menyembelih kambing, bunga yang ditentukan, dan segala macam praktek lainnya dan semuanya tidak ada yang bersikeras lagi. Itulah satu-satunya teori yang dianggap benar.
Situasi seperti ini berbeda dengan hari ini. Wabah penyakit jaman dahulu dilakukan dengan cara tradisional, berbeda dengan sekarang harus dipelajari sesuai dengan teknologi. Sekarang, mari kita lihat lagi. Diantara protokol kesehatan yang telah dibuat oleh pemerintah, apakah masyarakat mematuhi semua seperti yang terjadi dimasa lalu?
Seharusnya munculnya teknologi modern telah membuat hidup manusia menjadi lebih mudah. Namun banyak yang menyepelekan, dimasa mendatang bisa menjadi senjata makan tuan.
Orang jaman dulu ada wabah penyakit semua pada prihatin dan melakukan tirakat, mungkin bisa dicontoh untuk ikut melakukan “tirakat” dengan mematuhi perintah yang ada.
Raden Ranggawarsito pernah menulis bahwa seberuntungnya orang lupa, masih beruntung orang yang sadar dan waspada. Singkatnya, kepatuhan juga merupakan dari kesadaran bahwa itu masih musim wabah dan waspada sehingga wabah tidak menyebar.
Artikel ini merupakan translate dari jawasastra.com yang mulanya bahasa jawa lalu saya terjemahkan menjadi bahasa indonesia sederhana sehingga bisa di mengerti oleh semua kalangan. Semoga artikel ini bisa bermanfaat buat para pembaca, dan terima kasih atas kunjungannya.